BERITA UTAMALINTAS SULTENGLIPUTAN KHUSUSSigiSOROTAN

Dibalik Predikat Daerah Tertinggal, Masyarakat Harus Memilih Pemimpin yang Amanah

BIDIK SIGI – Masih segar dalam ingatan kita masyarakat Sulteng dan khususnya masyarakat sigi, telah dikejutkan dengan penomena alam berupa bencana “gempa, likuipaksi dan sunami” 28 September 2018 silam, yang melululantakan tiga Daerah di Sulawesi Tengah salah satunya Daerah Kabupaten Sigi.

Semua fasilitas baik pemerintah maupun Swasta serta perekonomian masyarakat saat itu lumpuh total, paska terjadinya gempa bumi. Pemerintah Kabupaten Sigi yang di nahkodai oleh Mohamad Irwan Lapata bersama Paulina bersama pihak terkat lainya melakukan pembenahan baik terhadap inprastur pemerintah maupun pemulihan perekonomian masyarakat Sigi.

Penanganan bencana alam tersebut belum selesai, kini kita diperhadapkan lagi bencana non alam berupa pandemic Covid-19, dimana Pemkab Sigi telah melakukan pencegahan penyebaran firus tersebut serta memikirkan perekonomian masyarakat di tengah ancaman pandemic covid 19, kini kita dikejutkan dengan adanya status Kabupaten Sigi sebagai salah satu Daerah tertinggal, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 63 tahun 2020, tentang Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024.

Menurut Abd. Haris B. Dg. Nappa SH, yang juga sebagai Ketua Komite Anti Korupsi Dan Tindak Kekerasan (KAK-TIK), bahw adanya status Kabupaten Sigi sebagai Daerah tertinggal adalah sebagai pertanda gagalnya Pemimpin Daerah mengelolah sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakatnya. Karena itu bagi kita masyarakatnya cukup menjadi bahan renungan saja sambil mengevaluasi faktor penyebabnya.

Olehnya “Bupati sebaiknya berbesar hati memamfaatkan moment Ramadhan ini untuk meminta maaf kapada masyarakat di Daerahnya dan secara jujur mengakui kegagalannya sebagai Pemimpin yang tidak mampu mensejahterakan masyarakat”.tandasnya

Lanjut Ketua Lembaga KAK-TIK ini mengatakan “bahwa Budaya malu harus menjadi prinsif dalam hidup ini. Andainya saya jadi Bupati dan kemudian Daerah yang saya Pimpin ditetapkan sebagai Daerah tertinggal, berarti saya gagal mengemban Amanat Penderitaan Rakyat, karena itu jalan terbaik bagi saya harus mengundur diri dari jabatan. Apalah artinya saya jadi Pemimpin yang hidup diatas kemewahan dengan segala pasilitas yang tersedia, sementara saya menyadari diri gagal dalam meningkatkan kesejahteraan Rakyat, lebih baik saya mundur”.ungkapnya.

Untuk itu Haris sedikit memberikan contoh dimana Saya adalah orang yang selalu percaya, kegagalan bermula dari sebuah rencana yang gagal. Rencana yang gagal berasal dari informasi yang gagal dari orang yang salah. Itulah alasan, mengapa dalam ilmu managemen hadir istilah ‘the right man in the right place’.ucapnya

Lebih jauh Haris mengatakan Untuk bisa keluar dari status Daerah tertinggal, sudah waktunya kita membenahi faktor dasar yang membentuk potensi ketertinggalan daerah tersebut. Pertama, tentu saja mari memilih pemimpin yang punya rencana dan visi yang jelas, kemana daerah ini akan dibawah.

Pilkada bukan ajang memilih siapa yang paling banyak uang, pendeta, ustad maupun kepala suku. Namun kita memilih, mereka yang paham persoalan daerah, rakyat, dan punya kapasitas memimpin mesin birokrasi.

Kedua, pemimpin yang terpilih harus mengawal visi dan misi mereka yang menjadi janji kepada rakyat selama kampanye menjadi dokumen resmi yang bernama RPJMD dan tidak hanya semata-mata mempercayakannya kepada akademisi maupun birokrasi. Setelah itu, memastikan bahwa rencana tersebut terimplementasi dengan baik.

Ketiga, sudah waktunya masyarakat menentulan pilihan yang tepat tanpa harus terlena dengan janji-janji politik sesaat. Pilihlah Pemimpin yang mampu meletakkan tekanan kata dan perbuatan ” taro ada taro gau”, bukan lain kata lain perbuatan.tutupnya.

Tim Redaksi

Tinggalkan Balasan

Related Articles

Close