BERITA UTAMADonggalaLINTAS SULTENGLIPUTAN KHUSUSNASIONAL

Dinilai “Kajuru Juru” Beri Rekomendasi DLH Donggala Di Lapor Ke Ombudsman RI

Bidiksulteng.com,Donggala – Sangat di sesalkan aksi “Kajuru Juru” dengan secarik surat rekomendasi dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Donggala, di duga Kepala Cabang Bank BNI Donggala perintahkan tebang pohon mahoni berusia ratusan tahun di tepi Jalan Lamarauna, Kelurahan Tanjung Batu, Banawa, di Kota Donggala, Kamis (16/02) pekan lalu, menuai sorotan dan protes warga karena di nilai melanggar aturan.

Kabarnya, aksi jurus main tebang serampangan itu terjadi karena berdasarkan surat permohonan izin penebangan pohon mahoni yang diajukan Bank BNI di Donggala, Nomor : Plu/1/0660 tanggal 19 Mei 2022 Perihal Permohonan penebangan izin penebangan pohon, kemudian disetujui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Donggala termuat dalam Rekomendasi Penebangan Pohon tertanggal 18 Oktober 2022 lalu.

Bagaikan tak berdosa, mesin gergaji kayu pun meraung-raung dan operatornya memotong seluruh cabang dan ranting pohon mahoni berumur ratusan tahun peninggalan pemerintah kolonial belanda hingga habis dan sisakan batang pohonnya yang masih berdiri menjadi tonggak kayu berdiameter besar.

Menurut Rofandy Ibrahim, surat yang di tandatangani Damin selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Donggala, di nilai tidak berpihak pada pelestarian lingkungan hidup dan benda Cagar Budaya. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

“Mahoni berumur ratusan tahun di kompensasi tiga pot pohon kemudian akan ditanam di tempat lain. Mestinya, pohon mahoni itu tidak mesti ditebang, ada banyak solusi yang bisa diambil, tanpa merusak lingkungan dan nilai sejarah kota tua Donggala di Indonesia pernah di duduki pemerintah kolonial Belanda.” Tegas anak muda Maleni itu.

Fandi menegaskan, ini tindakan serampangan dan sebuah bentuk pelecehan, pengrusakan dan penghilangan sejarah di Donggala. Baginya, sebatang pohon mahoni berusia ratusan tahun dan mempunyai nilai sejarah itu, sama sekali tidak sebanding dengan tiga pohon penggantinya.

“Masalah pohon mahoni jangan dilihat dari sisi keberadaan pohonnya saja, tapi harus di lihat dari sisi sebagai benda cagar budaya yang harus di lindungi karena memiliki nilai edukasi dan sejarah sebagai Kota Tua Indonesia, karena tercatat dalam perjalanannya pernah di duduki pemerintah kolonial Belanda, hal itu sama halnya dengan menghilangkan memori kolektif suatu daerah terhadap sejarah.” Terangnya.

Pendapat senada disampaikan Jamrin dan Andrifal selaku Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) Donggala. Pohon mahoni yang tumbuh di dalam Kota Donggala, punya nilai budaya dan dikategorikan sebagai benda cagar sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Menurut Jamrin bersama Andrifal, di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya di pasal 6 huruf (a) sangat jelas menyebut bahwa benda cagar budaya dapat berupa benda alam dan atau benda buatan manusia yang dimanfaatkan oleh manusia, serta sisa-sisa biota yang dapat dihubungkan dengan kegiatan manusia dan atau dapat dihubungkan dengan sejarah manusia.

“Seharusnya pohon mahoni itu di rapikan daun dan rantingnya, bukan di tebang habis dengan alasan kepentingan masyarakat atau nasabah bank. Ini dalih subyektifitas mencari pembenaran demi berkelit atas tindakan perbuatan melanggar hukum yang sudah dilakukan, dan mengabaikan nilai-nilai edukasi, sejarah dan pelestarian cagar budaya,” tegas Jamrin.

Oleh karena itu, kami selaku TACB menilai ada peristiwa pidana di situ dan melakukan langkah hukum melaporkan kejadian ini ke Ombudsman RI Perwakilan Propinsi Sulawesi Tengah. Ini tidak bisa di biarkan, karena dalam pasal 66 ayat (1) jelas berbunyi “Setiap orang di larang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.”

Selain itu, di Undang Undang Cagar Budaya tersebut mengatur juga ketentuan pidananya sebaimana tertuang dalam pada pasal 105 yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).” Papar Jamrin.

Begitu pula bagi pelaku pengrusakan Cagar Budaya kata Andrifal, harus bertanggung jawab sebagaimana di atur dalam aturan tersebut. itu tertuang dalam pasal 112 dan bagi pejabat yang melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya itu juga di atur di pasal 113 dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Hal ini kami lakukan, agar kedepan tidak terulang lagi perilaku oknum pejabat atau mencegah orang-orang yang merusak, menghilangkan dan tidak peduli terhadap pelestarian benda Cagar Budaya yang di Donggala. Jadi kami menghimbau kepada masyarakat Donggala agar menjaga dan melestarikan benda cagar budaya yang di miliki, jangan pake jurus “Kajuru Juru alias main tabrak aturan.” Pungkas pria yang akrab di sapa Oland tersebut.(Wis.)

Tinggalkan Balasan

Related Articles

Close