BERITA UTAMALINTAS SULTENGLIPUTAN KHUSUSOPINIPolitikTojo Una-Una

EKSISTENSI PEMILU DAN PERSEPSI PEMALU

Bidiksulteng.com,Touna – Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan lokomotif atau sarana dalam membentuk para penyelenggara Negara melalui mekanisme yang di atur dalam regulasi undang undang kepemiluan.

Dalam pelaksanaannya sejak tahun 1955 dimana dianggap sebagai pesta demokrasi terbesar yang pernah ada di tanah air yang melibatkan hampir sebagian penuh Penduduk Negeri, penerapan sistem kepemiluan sejak pertama kalinya digelar dibeberapa era kekuasaan di tanah air mulai dari Era Orde Lama, orde baru bahkan sampai era Reformasi  mengalami evolusi sistem yang signifikan menyesuaikan kondisi dan kemajuan zaman, sebut saja di era orde lama pada pemilu pertama di tahun 1955 menggunakan sistem pemilu proporsional dilaksanakan dua tahap yakni untuk memilih anggota DPR dan anggota Dewan Konstituante, kemudian di era orde baru pemilu  menggunakan sistem perwakilan berimbang yaitu besarnya jumlah organisasi dukungan dalam DPR dan DPRD berimbang dengan besarnya dikungan pemilih sebab suara pemilih diwakili oleh organisasi peserta pemilu sistem ini berlanjut hingga pemilu tahun 1997, selanjutnya di masa Reformasi pemilu di tahun 1999 hingga tahun 2009 sistem pemilu masih menggunakan sistem perwakilan berimbang, berikutnya pada pemilu tahun 2004 sistem Proporsional terbuka membuat klimaks para konstituen bebas dalam menyalurkan pilihannya untuk menentukan siapa yang dipercayainya menjadi wakilnya di parlemen sehingga minat kontrolnya terus terbangun dalam mengawal sepak terjang wakil yang dipilhnya. Berlanjut hingga pemilu 2019 silam sistem proporsional terbuka masih menjadi sistem pemilu yang diminati oleh rakyat indonesia.
Sementara itu dalam proses pelaksanaan pemilu yang sudah 12 kali terlaksanakan ditanah air, penyelenggara pemilu pun mengalami beberapa kali sebutan atau istilah, mulai dari Badan Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat (BPS-KNP), Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), Lembaga Pwmilihan Umum (LPU) hinga kini yang bernama Komisi Pemilihan Umum sejak berdirinya pada Tahun 1999.
Periodesasi penyelenggara pemilu yang sejak masa reformasi hingga saat ini menjadi tumpuan harapan untuk selalu menjaga netralitas dan integritas selaku penyelenggara pemilu melahirkan pertanyaan besar bahwa siapa yang bisa menjamin para penyelenggara dimaksud mampu bertahan dengan pikiran yang sama dimasa pemilu mendatang karna batasan periode.
Pemilu dalam konteks memilih para penyelenggara negara baik pejabat negara Eksekutif maupun Legislatif
Harus terdesain matang sehingga hasil dari aktifitas pesta demokrasi ini maksimal.
Bercermin dari pemilu sebelumnya kegagalan ataupun kesuksesannya tergantung para penyelenggara pesta ini mau didesain seperti apa, sekalipun dalam setiap tahapannya adalah produk regulasi peraturan perundang undangan yang begitu jelas tertuang namun masih saja menuai beberapa kendala dan rintangan sehingga berefek pada aktifitas dilapangan. Tak heran jika disebagian tempat terjadi revoting atau pemungutan Suara Ulang (PSU), indikasi kecurangan dan ketidakpuasan sebagian kelompok menjadi penyebab utama reaksi ini, imbasnya bisa meluas jika sebagian kelompok yang merasa dirugikan dalam perehelatan pesta demokrasi ini sehingga berbagai upayapun ditempuh guna mendapatkan hasil memuaskan.
Siapa yang salah ? Dalam hal ini tak perlu menyalahkan siapa, jika penyelenggara tetap menjalankan tugasnya sesuai peraturan yang telah di undangkan, peserta pemilu faham akan eksistensinya dan para pegiat pemilu lainnya faham dalam mengawal proses berjalannya pesta ini penulispun meyakini bahwa pelanggaran ataupun kecurangan dalam pemilu pasti tidak akan terjadi.
Persepsi Pemalu dalam artian malu melakukan penyelewengan ataupun kecurangan dalam menjalankan tugasnya baik sebagai penyelenggara tekhnis, pengawas Pemilu, peserta pemilu dan para tim yang ditugaskan mensukseskan kandidatnya jika sama memiliki rasa malu yang dimaksud maka yakin apa yang di cita citakan dalam undang undang kepemiluan akan mewujudkan Pemilu yang demokratis damai jujur dan adil.

_”Bagaimanapun bentuk sistem kepemiluan yang di terapkan semua pasti teratasi dan dipastikan berjalan sesuai peraturan jika Para Pegiat Pemilu memiliki rasa malu dan berjiwa Pemalu”_

Produk pemilu menjadi hal yang Fundamental dalam Mengawal kemajuan bangsa, rekam jejak pemilu telah melewati beberapa produk Pemilu dari era orde baru, orde lama bahkan masa reformasi. pasca Reformasi di pemilu tahun 1999 telah menunjukan bahwa runtuhnya rezim otoriter berdampak pada hilangnya stigma kekuasaan semi monarki, bentuk kekuasaan seperti itu sudah tidak relevan lagi di negeri ini
Pemilu sebagai indikator atau tolak ukur demokrasi dinegeri ini sangat membutuhkan para pegiat ataupun penyelenggara yang konsisten pada porsinya, menjunjung tinggi nilai nilai integritas serta memiliki Sifat dan Jiwa Pemalu dalam menjalankan proses tahapan Pemilu.

Penulis : Muhlis, S.Sy
Anggota PANWASLU Kec. Walea Kepulauan
KAB. Tojo Una Una Prov. SULTENG
(Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Parmas dan Humas)

Tinggalkan Balasan

Related Articles

Close