BERITA UTAMAHukumKriminalLINTAS SULTENGLIPUTAN KHUSUSNASIONALPaluSOROTAN

Mantan Kapolda Sulteng Dewa Made Parsana Bersama Anggotanya Di Duga Terlibat Mafia Kepegurusan Sertifikat Tanah

Bidiksulteng.com,Palu – Mantan Kapolda Sulteng, Dewa Made Parsana dan anggota Kepolisian Muhammad Rosman diduga terlibat kasus mafia pengurusan sertifikat kepemilikan tanah ilegal alias palsu.

Pasalnya obyek sengketa Sertifikat Kepemilikan Tanah yang diterbitkan   Kepala Kantor Badan Pertanahan Kota Palu  itu diperoleh dengan perbuatan melawan hukum, karena tidak melalui prosedur hukum yang benar, sehingga mengandung cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.

Perbuatan melawan hukum yang diduga melibatkan Dewa Made Parsana dan Muhammad Rosman  sebagaimana terurai   dalam gugatan penggugat   tertanggal 29 Mei 2023.

Para  penggugat yang diwakili kuasa hukumnya, Abdul Haris B. Dg.  Nappa, SH dalam petitum memohon kepada Majelis Hakim PTUN Palu untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut,

• Mengabulkan Gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya,

• Menyatakan batal atau tidak sah Obyek Sengketa berupa Sertifikat atas nama Dewa Made Parsana dan Sertifikat atas nama Muhammad Rosmin, dan

• Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut dan menghapus obyerk-obyek sengketa dari komputerisasi kegiatan pertanahan pada Kantor BPN Kota Palu.

Adapun alasan  para penggugat  meminta  Pembatalan Sertifikat Hak Milik tersebut karena mengandung cacat hukum administratif karena diduga menggunakan data-data atau keterangan palsu terkait data fisik dan data yuridis,, hal ini bertentangan dengan Permen Agraria /kepala BPN no. 9 tahun 1999 Pasal 106 ayat (1) jo Pasal 107.

Berkaitan dengan  keterangan para saksi dari penggugat dalam menjawab   pertanyaan dari Majelis Hakim  dan   dari pengacara para pihak yang berperkara dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha Negara, Kamis (07/9/2023) memperkuat dugaan terjadinya perbuatan melawan hukum oleh para tergugat.

Dari 5 orang saksi penggugat yang dihadirkan dalam Sidang hari Kamis (07/9/23) dalam keterangan mereka    menyampaikan bahwa sebagai warga Kelurahan Poboya mapun kapasitas sebagai saksi  tidak pernah mengetahui kalau Dewa Made Parsana  dan  Muhammad Rosman  memiliki sejengkal tanah di Wilayah Kelurahan Poboya.

Adapun 5 orang saksi dari penggugat yang dihadirkan dalam persidangan untuk dimintai keterangan yakni, Hakim Rubama, Abdul Muluk, Sarjan, Sarjun dan Arafiq, mereka semua di hadapan  Majelis Hakim    menyatakan, Dewa Made Parsana dan Muhammad Rosman tidak pernah memiliki dan menguasai tanah di  Kelurahan Poboya.

Salah seorang saksi  dari penggugat atas nama Abdul Muluk dari Kasi Pemerintahan dan Trantib Kelurahan Poboya menyatakan Sertifikat yang dikeluarkan BPN Kota Palu tidak tercatat dalam buku tanah/buku penomoran di Kelurahan Poboya,  selain itu Saksi Sarjun yang pada waktu itu sebagai Ketua RT/RW menyatakan tidak pernah dari pihak BPN Kota Palu turun lapangan   melakukan pengukuran, namun aneh bin ajaib keluar Obyek Sengketa berupa SHM atas nama Dewa Made Parsana dan Muhammad Rosman.

Adapun Obyek Sengketa dalam perkara ini yakni ; 1. Sertifikat Hak Milik No.00266/Kel.Poboya, tanggal 22/02/2013, Surat Ukur Nomor : 00165/Poboya /2012, tanggal  17/12/2012 luas 7.706 M, atas nama pemegang hak Drs. Dewa Parsana. 2. Setifikat Hak Milik nomor 00935/Kel.Poboya, tanggal 30/12/2019, Surat Ukur Nomor : 00886/Poboya/2019 tanggal 17/12/19 Luas 2.264 m, atas nama pemegang hak Drs.Dewa Made Parsana. 3. Sertifikat Hak Milik Nomor : 00946/Kel.Poboya, tanggal 30/12/2019, Surat Ukur Nomor : 00816/Poboya/2019 tanggal 17/12/2019, luas 2.423 m, atas nama pemegang hak Dewa Made Parsana. 4. Sertifikat Hak Milik Nomor : 00256/Kel.Poboya, tanggal 27/09/2012, Surat Ukur Nomor : 00170/Poboya/2012, tanggal 27/08/2012 luas 1.149 m, atas nama pemegang hak Muhammad Rosman. 5. Sertifikat Hak Milik Nomor : 00255/Kel.Poboya tanggal 27/09/2012, Surat Ukur Nomor : 00171/Poboya/2012, tanggal 27/08/2012, luas 1.281 m, atas nama pemegang hak Muhammad Rosman.

Lebih jauh para Saksi Penggugat dalam keterangannya dihadapan Majelis menyatakan tanah yang di Sertifikatkan oleh para tergugat adalah tanah milik penggugat/masyarakat Kelurahan Poboya yang diperoleh dari tahun 2002 atau penguasaannya selama 21 tahun dan tidak pernah mengalihkan dan atau memperjualbelikan kepada Dewa Made Parsana dan Muhammad Rusman atau kepada pihak lain.

Masyarakat Keluarahan Poboya memperoleh tanah ulayat dari Ketua Lembaga Adat Kelurahan Poboya, Ali Jaludin dan dihadiri serta disaksikan Pemerintah Kelurahan Poboya  tahun 2002 dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat Poboya yang dibuktikan dengan pembentukan Kelompok Tani dan penanaman  bawang merah dan pohon jarak serta kemiri.

Aneh bin ajaib dalam penerbitan   Obyek Sengketa,   masyarakat penggugat yang sudah 21 tahun menguasai dan mengolah lahan tersebut tidak pernah tahu atau diberitahu oleh pihak tergugat, kalau tanah yang sementara digarap atau diolah   tersebut telah di Sertifikatkan atas nama   Dewa Made Parsana dan atau Muhammad Rosman.

Sementara dari pihak tergugat Badan Pertanahan Kota Palu yang diwakili Analis Hukum Pertanahan, Rifyal Tahmin yang dimintai keterangannya seusai  sidang mengatakan, keterangan saksi dari para penggugat, tidak menyentu Obyek Sengketa tetapi lebih banyak  bicara tentang tanah yang dipersengketakan, dan mengenai dugaan keterlibatan oknum pegawai BPN, Muzakir dalam pengurusan Sertifikat yang jadi obyek sengketah, Rifyal Thamil tidak mau berkomentar lebih jauh terkait keterlibatan yang bersangkutan, sebab menurutnya sebagai analis hukum pertanahan yang baru saja bertugas di BPN Kota Palu tidak mengenal persis yang namanya Muzakir masih ada atau sudah pensiun.

Bagaimana dengan   Kuasa Hukum tergugat Dewa Made Parsana dan Muhammad Rosman,  yang mau dimintai keterangan seusai sidang  tidak bersedia menyebutkan namanya dan menolak memberikan keterangan, dengan alasan   sudah lapar, dan menyuruh Strateginews untuk minta saja keterangan yang ada sama wartawan lain.

Sementara Pengacara dari pihak Penggugat, Abd. Haris B.Dg. Nappa, SH kepada Strateginews dalam keterangannya seusai sidang menyampaikan, obyek sengketa yang dikeluarkan tergugat bertentangan dengan Asas-asas umum pemerintahan yang baik dan telah melanggar UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Selain itu para tergugat khususnya Kepala Badan Pertanahan Kota Palu dalam menerbitkan Obyek Sengketa, 5 Sertifikat Hak Milik telah melanggar Azas Kepastian hukum dimana tidak melakukan pengecekan terlebih dahulu atas kebenaran dokumen terutama mengenai fisik dan data yuridis yang dimohonkan oleh pemohon  atas nama Dewa Made Parsana dan Muhammad Rosman, sebab tujuan dilakukannya pendaftaran obyek tanah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak bahkan menyediakan informasi kepada pihak pihak yang berkepentingan untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Selain itu jelas Haris merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 Pasal 12 ayat (1) jo, Pasal 14 ayat (1) dan (2) tentang pendaftaran tanah dikaitkan dengan obyek sengketa, maka patut diduga para tergugat tidak melakukan pengumpulan, pengolahan data fisik dengan teliti dan benar khususnya dikegiatan pengukuran dan pemetaan yang meliputi pembuatan peta dasar, penetapan batas, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, penetapan batas bidang tanah, dan pembuatan surat ukur.

Abd. Haris B. Dg.Nappa diakhir keterangannya mengatakan, Keputusan tergugat memberikan Obyek Sengketa kepada Dewa Made Parsana dan Muhammad Rosman diduga kuat adanya  permainan “Mafia Tanah” yang merekayasa data-data atas tanah yang dikuasai penggugat dan atau setidak tidaknya tergugat dalam hal ini BPN Kota Palu, terpengaruh dengan kekuasaan, kedudukan dan jabatan pemohon hak, karena waktu itu Dewa Made Parsana menjabat sebagai Kapolda  Sulawesi Tengah tahun 2010-2013 dan Muhammad Rosman adalah anggota Polisi yang bertugas di Polda Sulteng tahun 2012.

Salah seorang Saksi Penggugat, Arafiq kepada sejumlah awak media yang hadir dipersidangan menyampaikan    bila nanti hasil keputusan dari perkara ini dimenangkan oleh Dewa Made Parsana dan Muhammad Rosman, maka akan berdampak buruk bagi stabilitas keamanan di wilayah Kelurahan Poboya dan bahkan kami akan menurunkan massa aksi unjuk rasa besar-besaran.

Arafiq sebagai saksi penggugat lebih tegas lagi mengatakan, kenapa Dewa Made Parsana dan Muhammad Rosman bisa mendapat Sertifikat, sementara masyarakat pribumi Kelurahan Poboya tidak bisa, bahkan untuk memperoleh SKPT saja sudah berkalikali diminta masyarakat di Kantor Keluarahn tetapi tidak diberikan, hal ini nyata bahwa Dewa Made Parsana telah menggunakan jabatannya sebagai Kapolda untuk memperoleh Sertifikat atas tanah tersebut.

Diakhir Sidang yang dipimpin Ketua Majelis, Richar Tulus,SH meminta kepada tergugat 2 intervensi (Dewa Made Parsana dan Muhammad Rosman) untuk menyerahkan bukti pembayaran pajak disidang berikutnya tanggal 14 September 2023, dan juga Kuasa Penggugat Abdul Haris melalui Majelis Hakim meminta supaya tergugat 2 intervensi menyerahkan Bukti Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) karena Sertifikat belum bisa diterbitkan apabilah belum dibayar BPHTB-nya kepada Pemerintah Daerah.

Sidang yang menghadirkan para Saksi penggugat untuk dimintai keterangannya berlangsung kurang lebih 5 jam   dipimpin langsung Majelis Hakim Ketua Richard Tulus, SH   serta dihadiri perwakilan masyarakat Poboya dan Sidang ditutup tepat  jam 14.30 dan akan dilanjutkan minggu depan di hari yang sama dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak tergugat.[Tim].

Tinggalkan Balasan

Related Articles

Close